Malam itu bintang gemintang berhamburan, ribuan bahkan jutaan jumlahnya,suasana malam nan hening ditambahi suara gemrisik bambu yang beradu antara daunnya yang diterpa angin nan lembut, menciptakan nuansa indah penuh makna serasa menjadi saksi kesungguhan para pencari Tuhan malam itu ,dengan beralaskan tikar seadanya dan ditemani kopi hitam sedikit pahit serta sedikit camilan kacang rebus Pak Momon.
Paijo seorang mantan tukang pukul dengan seabrek pengalaman jahiliyahnya,Burhan seorang tekhnisi alat elektronik mantan alkoholic dengan julukan manusia tiada hari tanpa alkohol,Alex seorang pengusaha kayu mantan "pemakai" dan pengedar barang-barang terlarang,mereka inilah sekelompok manusia yang diberi hidayah oleh Allah ta'ala untuk berubah dan segera memperbaiki diri menuju kebenaran sejati dan kebenaran yang paling sempurna.
Diujung tikar nampak seorang bapak-bapak usia sekitar 50 tahun,senyum selalu nampak menghiasi wajahnya,tampilan sederhana bahkan lebih tepatnya sangat sederhana,dengan memangku sebuah buntalan kain putih sepertinya bekas kain tepung terigu yang selalu ditenteng kemana-mana beliau melangkah,dialah Pakde Margo seorang pria sederhana,rendah hati,bahasanya halus dengan tutur kata lembut,setiap perkataannya selalu meyenangkan dan selalu penuh arti serta hikmah-hikmah yang tersirat,nampak mustahil seorang sesederhana itu berkemampuan tinggi dalam menjawab dan mengartikan semua hal-hal yang berkaitan dengan Islam namun kalau Allah sudah berkehendak,semua yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Disaat gayeng-gayengnya pembicaraan,datanglah Pak Miskun dengan bersungut-sungut mengucapkan salam dan menjabat tangan satu persatu yang hadir malam itu.
"Mohon maaf semuanya,saya mengganggu pembicaraan bapak-bapak semua"ujar Pak Miskun memulai pembicaraan.
"Iya..nggak apa-apa Pak,memangnya ada perlu apa?"jawab Pakde Margo tenang dan santai.
"Begini Pakde,saya punya juragan,anaknya tertimpa kecelakaan tulang belakangnya patah,dan bahkan sekarang lumpuh,sudah dibawa ke beberapa ahli tulang dan ahli syaraf,bahkan penyembuhan alternatifpun gak jua sembuh,bos saya seorang pendeta diapun sebenarnya bisa menyembuhkan secara alternatif melalui doa-doa kesembuhan,tapi sampai sekarang belum bisa sembuh,bahkan semakin parah anaknya lumpuh,rencana bulan depan akan dioperasi di Singapura biayanya ratusan juta,saya langsung ingat sampean,saat menyembuhkan anak seorang gelandangan hanya dalam hitungan menit saja,padahal anak itu sudah pasti patah kakinya."cerita Pak Miskun sambil membenarkan letak duduknya.
"Maaf,saya tidak pernah bisa menyembuhkan orang Pak,karena Allah ta'ala yang memberikan kesembuhan bukan saya,kebetulan Allah mengijabahi permohonan saya,semua karena kehendak dan izinnya."jawab Pakde dengan sedikit serius.
"Oiya..mohon maaf,semua karena kehendakNya,saya terlupa."ujar Pak Miskun merasa bersalah.
"Terus maksudnya gimana ini,apa yang bisa saya perbuat?"ucap Pakde mempersingkat pembicaraan.
"begini,hari ini atau besok pagi,Pakde mau saya ajak kesana untuk membantu kesembuhan anak Pak pendeta,gimana Pakde?"tanyanya penuh harap.
"Insya Allah,besok pagi kita kesana,saya tunggu disini yaa..."jawab Pakde singkat.
Sejenak setelah kepergian Pak Miskun,sopir pak pendeta,Paijo yang dari tadi seperti memikirkan sesuatu membuka pembicaraan.
"Loh Pakde kok mau-maunya membantu seorang pendeta,kan kita jelas beda keyakinan?"tanya Paijo seakan mengeluarkan isi hati yang terpendam dari tadi.
"hehehe....kalau ada orang kecelakaan didepan mata kita,apa perlu kita tanya dulu,agamamu apa?uangmu berapa?kamu orang kaya nggak?kalau kita punya niatan membantu,bantu semampumu,tidak perlu menanyakan ini itu termasuk agama sekalipun,niatkan semua perbuatan baik karena Allah,jangan harap imbalan,bahkan mengharapkan pahala dari Allah sekalipun jangan lakukan!jangan mengejar pahalanya tapi kejarlah Sang Pemberi Pahala,niscaya Cinta Allah kepada hambaNya semakin bertambah."petuah Pakde yang selama ini memang sarat makna dan hikmah yang mendalam.
Pagi itu sesuai janji,Pakde dan Pak Miskun,meluncur ke rumah kediaman Pak pendeta,sesampainya disana,rumah bergaya ala modern minimalis,dengan taman yang hijau dan ditambah gemericik suara air dari kolam ikan bak miniatur air terjun di pegunungan,benar-benar mempesona mata,dengan sedikit menjinjit dan membungkuk Pakde menampakkan takut kalau lantai marmer yang mengkilap itu akan jadi buram terlewati kakinya,demikian sopan santunnya beliau terhadap siapapun,sebuah tauladan langsung melalui akhlak budi pekerti yang diberikan Pakde.
"Ooo...ini tho,yang kamu referensikan ke aku,bisa menyembuhkan Rio itu?tanya Sang Pendeta sikap dan tutur katanya terlihat meremehkan kemampuan Pakde.
"Maaf..Pak Pendeta saya ini manusia lemah,yang gak bisa apa-apa,dan juga bukan saya yang bisa menyembuhkan anak Bapak,benar bukan saya"tukas Pakde dengan tetap menjaga kestabilan emosionalnya.
"Bapak tahu,anak saya ini sudah mencoba beberapa alternatif penyembuhan tapi gak ada yang bisa menyembuhkan kelumpuhannya,terus terang aku sudah pasrah,bulan depan mau saya operasikan ke Singapura,walau resiko yang ditempuh teramat menakutkan!"ujar Sang Pendeta dengan bahasa tubuh yang masih ragu terhadap kemampuan Pakde.
"Maaf..sudah lumpuh berapa lama anak Bapak?"tanya Pakde kepada Pendeta.
"Sudah mendekati 2 bulan kira-kira,tapi terus terang aku sangat meragukan kemampuan sampean,saya pingin tanya dulu bagaimana cara-cara penyembuhan yang sampean lakukan,kalau sekedar berdo'a aja,sudah berulang-ulang kali saya lakukan,terus kalau pijat,mana saja yang dipijat?"tanya Pak Pendeta seakan penyidik lagi menginterograsi pelaku kejahatan.
" Saya lakukan keduanya do'a dan pijatan,tapi pijatannya tidak langsung ke pusat rasa sakit."jawab Pakde mantap dan tenang.
"oke,kalau begitu jika anak saya bisa sembuh!!Demi Tuhan saya akan menghadiahi anda uang sebesar biaya operasi di Singapura serta keyakinan saya dan keyakinan seluruh anggota keluarga saya akan beralih ke agama sampean."Sumpah Pak Pendeta dengan penuh keyakinan dan kesungguhan.
"Wah...terus terang,untuk sumpah anda yang pertama dengan tegas saya menolak,Saya berniat hadir disini satu senjata yang saya bawa yakni keikhlasan,karena semua yang saya lakukan adalah atas pengawasan dan kekuasaan Allah Tuhan saya,untuk sumpah anda yang kedua itu sumpah anda dengan hati nurani anda dan Tuhan yang anda yakini,jangan bersumpah karena kalah dari sebuah pertaruhan tapi murni dari keikhlasan hati nurani."ujar Pakde menolak secara halus sumpah-sumpah Pak Pendeta.
"Oke..kalo begitu silahkan coba menyembuhkan anak saya,semoga berhasil."ujar Pak Pendeta mempersilahkan.
Sebentar saja Pakde terlihat menundukkan kepala,diahadapannya ada seorang anak sekitar usia 17 tahunan,terbujur tak berdaya,dialah Rio anak Sang Pendeta.
"Lehernya apa boleh dipegang?"tanya Pakde sambil menoleh ke arah Pak Pendeta.
"Boleh,silahkan!"jawab Pak Pendeta sambil membantu membetulkan posisi Rio.
"Terima kasih Pak"jawab Pakde sambil kembali mengkonsentrasikan diri dan mengangkat telunjuk tangannya sepertinya diarahkan ke tengkuk si anak pendeta ini,terdengar lamat-lamat Pakde membacakan sholawat 2x,bersamaan dengan itu tubuh si anak terguncang dan terdengar suara kraak!!sepertinya tulang belakang si anak berbunyi dan si anak langsung terlihat lemas dan pingsan seketika.
Melihat anaknya pingsan,Sang Pendeta langsung naik pitam dan kalut sekali,dia segera menghampiri Pakde,yang dari tadi terlihat tenang ditemani senyuman khas yang menyejukkan.
"Ini gimana ini,gak malah sembuh malah pingsan anakku?"tandas Pak Pendeta terlihat berang.
"Sabar Pak,ditunggu dulu yaa?"jawab Pakde mencoba menenangkan Pak Pendeta.
"Gak bisa,aku harus telfon polisi,biar bisa jadi saksi masalah ini!"seru Pak Pendeta dengan tensi tinggi.
"Sabar Pak,ditunggu dulu perkembangannya,tapi kalau memang diperlukan polisi sebagai saksi silahkan, dengan senang hati"ujar Pakde dengan kesungguhan.
Dengan sigap Pak Pendeta mengambil hpnya yang ada di meja sebelah tempat tidur.tak seberapa lama setelah Pendeta menelfon,ada 2 orang laki-laki berperawakan khas reserse,datang masuk ke dalam kamar anaknya yang lagi pingsan,setelah memasuki kamar,salah satu reserse matanya tertambat disosok yang sangat dikenalnya,seorang lelaki tua dengan perawakan sedang,dengan penampilan yang sangat sederhana.
"Loh..Pakde,ada apa disini?"sapa reserse sepertinya sudah sangat mengenalnya.
"Ini lho Wan,aku dimintai tolong Bapak ini,membantu kesembuhan anaknya"jawab Pakde sambil menjabat tangan tanda bahwa mereka sudah lama kenal.
"Oalaah,ditunggu aja Pak,ini fase penyembuhan,biasanya pingsan dulu,selama beberapa menit,bahkan bisa sampai 1 jam."terang Wandi pada Pak Pendeta.
Tepat 45 menit,Sang anak terlihat siuman,matanya terbelalak,kakinya yang dari tadi lurus menempel dikasur,secara perlahan ditekuk,sepertinya ada perkembangan baik,perlahan kepalanya diangkat dari sandaran batal yang biasanya dipakai,lalu mengangkat badannya dengan kedua tangan bertumpu pada kasur,lalu kaki digeser menuju ke arah lantai,Pak Pendeta tertegun melihat keajaiban ini.lalu mencoba membimbing Sang anak untuk duduk di tepian kasur.
"Puji Tuhan!!anakku sudah bisa duduk sendiri!benar-benar ajaib!"seru Pak Pendeta girang.
"Biarkan nggak usah dituntun,biar berdiri sendiri!"cegah Pakde sambil menahan tangan Pendeta agar tidak membantu Sang anak.
Perlahan Sang anak mengangkat pantatnya dari ujung kasur,dan dengan percaya diri dia berdiri sendiri,lalu dengan dikomandoi Pakde,Sang anak diajak melangkahkan kaki kanannya terlebih dahulu,lalu kaki kiri,benar-benar suatu yang tidak bisa diterima nalar,penyembuhan ala Pakde ini,dalam beberapa menit Sang anak sudah lancar berjalan."
"Puji Tuhan!!",teriakan Ibu,Bapak dan anak itu sambil berangkulan.dan bertangis-tangisan.
Segera Pakde dengan pamitan melalui sopir,menyelinap keluar rumah dan berlalu,seakan-akan ikut merasakan kebahagiaan seluruh keluarga Pak Pendeta.
Setelah 3 hari berlalu,Pak Miskun sopir Pak Pendeta baru bisa bertemu dengan Pakde,lalu memberitahukan amanah Pak Pendeta.
"Pakde,setelah penyembuhan kemarin,saya langsung diberi amanah untuk mencari sampean,tapi tak juga bertemu,setelah 3 hari ini bisa bertemu sampean."ucap Pak Miskun mencoba membuka pembicaraan.
"Iya,apa amanah itu?"jawab Pakde dengan senyuman khasnya.
"Yang pertama, beliau ingin masuk Islam sedangkan yang kedua,beliau ingin bersyahadat dengan disaksikan dan dipandu oleh sampean,gimana Pakde?"tanya Pak Miskun dengan wajah yang bahagia.
"Maaf,bukannya saya gak mau untuk jadi saksi,tapi tolong tanyakan dulu,apa benar Islamnya karena Allah ta'ala,bukan karena saya atau sumpah kemarin?"ucap Pakde pada Pak Miskun dan berharap untuk menyampaikan ke bosnya.
Setelah lewat 30 menit,Pak Pendeta sendiri yang datang bersama sopirnya,ke tempat biasa Pakde nyangkruk,menjelaskan tentang niatnya masuk Islam.
"Begini,Pak,sebenarnya saya sudah lama belajar Islam,kebenaran ajaran,kemuliaan serta kebaikan akhlak Muhammad saw,benar-benar memantapkan niatku untuk masuk Islam,saya berharap sampean yang menjadi saksi pada saat saya membacakan dua kalimat syahadat."pinta sang Pendeta dengan sedikit merajuk.
"Oke,kalau niatan itu tulus dari hati terdalam sampean,Insya Allah,saya siap!"jawab Pakde dengan mantap dan tegas.
Siang itu juga mereka langsung mengikrarkan keIslaman mereka,Pak Pendeta,istri dan kedua anaknya,disaksikan Pakde dan Uztad Masjid sebelah rumah Pak Pendeta, menjadi saksi keIslaman mereka,sedikit petuah yang keluar dari Pakde,Tuhanmu ada disejengkal dari urat leher kalian,sering-seringlah membersihkan singgasana itu,siramlah secara istiqomah dengan air dzikir dan isilah dengan amal-amal kebajikan kepada sesama manusia,Islam adalah agama penuh cinta kasih,contohlah akhlak tauladan kita semuaNabi Muhammad saw,dan jadilah manfa'at bagi manusia lainnya.
Sabar kian ditebar,ikhlas tanpa harap balas,bersyukur tanpa ukur,hikmah dalam perjalanan ilahiah,yang sarat dengan rahasia Allah,dimana dalam keikhlasan memberikan kekuatan yang tiada tanding, sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin dengan bersenjatakan ikhlas,kedekatan Allah dengan hambaNya tidak mengenal batas apalagi derajat duniawi,kaya,miskin,pejabat,presiden sekalipun di mata Allah adalah sama,hanyalah amal perbuatan dan prilaku didunialah yang membedakan,melakukan amal kebajikan diduniapun sama, jangan pernah membeda-bedakan, sebuah tauladan dari Pakde Margo seorang yang tampilannya sangat sederhana,tapi prilakunya mencerminkan pribadi berakhlak mulia,selalu menebar senyum,sabar,rendah hati walau berilmu tinggi,melakukan semua tindakan karena Allah ta'ala,kata-kata yang keluar dari ucapannya penuh hikmah dan makna,membantu tanpa memandang derajat bahkan agama sekalipun.
Sebuah telaah akan hikmah dari perjalanan manusia membawa kita selalu menyadari akan arti pentingnya membersihkan hati,evaluasi diri,meluruskan niat,menajamkan mata hati untuk menggapai cintaNya dan menjadi kekasihNya,semua itu berpulang pada kemauan atau niat masing-masing manusianya,untuk segera berbenah dan memahami hakikat diri.
Nama,identitas,sengaja kami rubah,mohon maaf apabila ada kesamaan nama.
FHK'2013
"Maaf..sudah lumpuh berapa lama anak Bapak?"tanya Pakde kepada Pendeta.
"Sudah mendekati 2 bulan kira-kira,tapi terus terang aku sangat meragukan kemampuan sampean,saya pingin tanya dulu bagaimana cara-cara penyembuhan yang sampean lakukan,kalau sekedar berdo'a aja,sudah berulang-ulang kali saya lakukan,terus kalau pijat,mana saja yang dipijat?"tanya Pak Pendeta seakan penyidik lagi menginterograsi pelaku kejahatan.
" Saya lakukan keduanya do'a dan pijatan,tapi pijatannya tidak langsung ke pusat rasa sakit."jawab Pakde mantap dan tenang.
"oke,kalau begitu jika anak saya bisa sembuh!!Demi Tuhan saya akan menghadiahi anda uang sebesar biaya operasi di Singapura serta keyakinan saya dan keyakinan seluruh anggota keluarga saya akan beralih ke agama sampean."Sumpah Pak Pendeta dengan penuh keyakinan dan kesungguhan.
"Wah...terus terang,untuk sumpah anda yang pertama dengan tegas saya menolak,Saya berniat hadir disini satu senjata yang saya bawa yakni keikhlasan,karena semua yang saya lakukan adalah atas pengawasan dan kekuasaan Allah Tuhan saya,untuk sumpah anda yang kedua itu sumpah anda dengan hati nurani anda dan Tuhan yang anda yakini,jangan bersumpah karena kalah dari sebuah pertaruhan tapi murni dari keikhlasan hati nurani."ujar Pakde menolak secara halus sumpah-sumpah Pak Pendeta.
"Oke..kalo begitu silahkan coba menyembuhkan anak saya,semoga berhasil."ujar Pak Pendeta mempersilahkan.
Sebentar saja Pakde terlihat menundukkan kepala,diahadapannya ada seorang anak sekitar usia 17 tahunan,terbujur tak berdaya,dialah Rio anak Sang Pendeta.
"Lehernya apa boleh dipegang?"tanya Pakde sambil menoleh ke arah Pak Pendeta.
"Boleh,silahkan!"jawab Pak Pendeta sambil membantu membetulkan posisi Rio.
"Terima kasih Pak"jawab Pakde sambil kembali mengkonsentrasikan diri dan mengangkat telunjuk tangannya sepertinya diarahkan ke tengkuk si anak pendeta ini,terdengar lamat-lamat Pakde membacakan sholawat 2x,bersamaan dengan itu tubuh si anak terguncang dan terdengar suara kraak!!sepertinya tulang belakang si anak berbunyi dan si anak langsung terlihat lemas dan pingsan seketika.
Melihat anaknya pingsan,Sang Pendeta langsung naik pitam dan kalut sekali,dia segera menghampiri Pakde,yang dari tadi terlihat tenang ditemani senyuman khas yang menyejukkan.
"Ini gimana ini,gak malah sembuh malah pingsan anakku?"tandas Pak Pendeta terlihat berang.
"Sabar Pak,ditunggu dulu yaa?"jawab Pakde mencoba menenangkan Pak Pendeta.
"Gak bisa,aku harus telfon polisi,biar bisa jadi saksi masalah ini!"seru Pak Pendeta dengan tensi tinggi.
"Sabar Pak,ditunggu dulu perkembangannya,tapi kalau memang diperlukan polisi sebagai saksi silahkan, dengan senang hati"ujar Pakde dengan kesungguhan.
Dengan sigap Pak Pendeta mengambil hpnya yang ada di meja sebelah tempat tidur.tak seberapa lama setelah Pendeta menelfon,ada 2 orang laki-laki berperawakan khas reserse,datang masuk ke dalam kamar anaknya yang lagi pingsan,setelah memasuki kamar,salah satu reserse matanya tertambat disosok yang sangat dikenalnya,seorang lelaki tua dengan perawakan sedang,dengan penampilan yang sangat sederhana.
"Loh..Pakde,ada apa disini?"sapa reserse sepertinya sudah sangat mengenalnya.
"Ini lho Wan,aku dimintai tolong Bapak ini,membantu kesembuhan anaknya"jawab Pakde sambil menjabat tangan tanda bahwa mereka sudah lama kenal.
"Oalaah,ditunggu aja Pak,ini fase penyembuhan,biasanya pingsan dulu,selama beberapa menit,bahkan bisa sampai 1 jam."terang Wandi pada Pak Pendeta.
Tepat 45 menit,Sang anak terlihat siuman,matanya terbelalak,kakinya yang dari tadi lurus menempel dikasur,secara perlahan ditekuk,sepertinya ada perkembangan baik,perlahan kepalanya diangkat dari sandaran batal yang biasanya dipakai,lalu mengangkat badannya dengan kedua tangan bertumpu pada kasur,lalu kaki digeser menuju ke arah lantai,Pak Pendeta tertegun melihat keajaiban ini.lalu mencoba membimbing Sang anak untuk duduk di tepian kasur.
"Puji Tuhan!!anakku sudah bisa duduk sendiri!benar-benar ajaib!"seru Pak Pendeta girang.
"Biarkan nggak usah dituntun,biar berdiri sendiri!"cegah Pakde sambil menahan tangan Pendeta agar tidak membantu Sang anak.
Perlahan Sang anak mengangkat pantatnya dari ujung kasur,dan dengan percaya diri dia berdiri sendiri,lalu dengan dikomandoi Pakde,Sang anak diajak melangkahkan kaki kanannya terlebih dahulu,lalu kaki kiri,benar-benar suatu yang tidak bisa diterima nalar,penyembuhan ala Pakde ini,dalam beberapa menit Sang anak sudah lancar berjalan."
"Puji Tuhan!!",teriakan Ibu,Bapak dan anak itu sambil berangkulan.dan bertangis-tangisan.
Segera Pakde dengan pamitan melalui sopir,menyelinap keluar rumah dan berlalu,seakan-akan ikut merasakan kebahagiaan seluruh keluarga Pak Pendeta.
Setelah 3 hari berlalu,Pak Miskun sopir Pak Pendeta baru bisa bertemu dengan Pakde,lalu memberitahukan amanah Pak Pendeta.
"Pakde,setelah penyembuhan kemarin,saya langsung diberi amanah untuk mencari sampean,tapi tak juga bertemu,setelah 3 hari ini bisa bertemu sampean."ucap Pak Miskun mencoba membuka pembicaraan.
"Iya,apa amanah itu?"jawab Pakde dengan senyuman khasnya.
"Yang pertama, beliau ingin masuk Islam sedangkan yang kedua,beliau ingin bersyahadat dengan disaksikan dan dipandu oleh sampean,gimana Pakde?"tanya Pak Miskun dengan wajah yang bahagia.
"Maaf,bukannya saya gak mau untuk jadi saksi,tapi tolong tanyakan dulu,apa benar Islamnya karena Allah ta'ala,bukan karena saya atau sumpah kemarin?"ucap Pakde pada Pak Miskun dan berharap untuk menyampaikan ke bosnya.
Setelah lewat 30 menit,Pak Pendeta sendiri yang datang bersama sopirnya,ke tempat biasa Pakde nyangkruk,menjelaskan tentang niatnya masuk Islam.
"Begini,Pak,sebenarnya saya sudah lama belajar Islam,kebenaran ajaran,kemuliaan serta kebaikan akhlak Muhammad saw,benar-benar memantapkan niatku untuk masuk Islam,saya berharap sampean yang menjadi saksi pada saat saya membacakan dua kalimat syahadat."pinta sang Pendeta dengan sedikit merajuk.
"Oke,kalau niatan itu tulus dari hati terdalam sampean,Insya Allah,saya siap!"jawab Pakde dengan mantap dan tegas.
Siang itu juga mereka langsung mengikrarkan keIslaman mereka,Pak Pendeta,istri dan kedua anaknya,disaksikan Pakde dan Uztad Masjid sebelah rumah Pak Pendeta, menjadi saksi keIslaman mereka,sedikit petuah yang keluar dari Pakde,Tuhanmu ada disejengkal dari urat leher kalian,sering-seringlah membersihkan singgasana itu,siramlah secara istiqomah dengan air dzikir dan isilah dengan amal-amal kebajikan kepada sesama manusia,Islam adalah agama penuh cinta kasih,contohlah akhlak tauladan kita semuaNabi Muhammad saw,dan jadilah manfa'at bagi manusia lainnya.
Sabar kian ditebar,ikhlas tanpa harap balas,bersyukur tanpa ukur,hikmah dalam perjalanan ilahiah,yang sarat dengan rahasia Allah,dimana dalam keikhlasan memberikan kekuatan yang tiada tanding, sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin dengan bersenjatakan ikhlas,kedekatan Allah dengan hambaNya tidak mengenal batas apalagi derajat duniawi,kaya,miskin,pejabat,presiden sekalipun di mata Allah adalah sama,hanyalah amal perbuatan dan prilaku didunialah yang membedakan,melakukan amal kebajikan diduniapun sama, jangan pernah membeda-bedakan, sebuah tauladan dari Pakde Margo seorang yang tampilannya sangat sederhana,tapi prilakunya mencerminkan pribadi berakhlak mulia,selalu menebar senyum,sabar,rendah hati walau berilmu tinggi,melakukan semua tindakan karena Allah ta'ala,kata-kata yang keluar dari ucapannya penuh hikmah dan makna,membantu tanpa memandang derajat bahkan agama sekalipun.
Sebuah telaah akan hikmah dari perjalanan manusia membawa kita selalu menyadari akan arti pentingnya membersihkan hati,evaluasi diri,meluruskan niat,menajamkan mata hati untuk menggapai cintaNya dan menjadi kekasihNya,semua itu berpulang pada kemauan atau niat masing-masing manusianya,untuk segera berbenah dan memahami hakikat diri.
Nama,identitas,sengaja kami rubah,mohon maaf apabila ada kesamaan nama.
FHK'2013